POJOKSULSEL.com, MAKASSAR – Pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Aminuddin Ilmar, menyikapi fenomena terkait persoalan sengketa hasil pemilihan pasca Pilkada serentak di sejumlah daerah di Indonesia.
Prof Aminuddin Ilmar menilai, ada hal dasar yang perlu diterapkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menindak lanjuti sengketa tersebut.
Termasuk, kata dia, yakni mengenai ambang batas gugatan yang tertuang dalam pasal 158 nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
“Persoalan ambang batas ini harus menjadi perhatian MK dalam melakukan penegakan sengketa hasil Pilkada serentak. Pasal tersebut sudah diatur dalam undang-undang dan menjadi acuan ketika terjadi gugatan,” terang Prof Aminuddin Ilmar. Selasa 17 Juli 2018.
Lembaga MK, kata dia, tidak perlu mencari pembenaran lain karena koridor penerapan pasal itu sudah sangat jelas diatur. Itu agar tidak terjadi preseden baru dalam penerapan undang-undang.
“Dengan dasar ambang batas tersebut pengajuan sengketa Pilkada tidak perlu mempersoalkan hal yang lain. Aturan dan ketentuan yang sudah diatur wajib di jalankan secara objektif,” kata Aminuddin.
Dia mengungkapkan, terkait adanya kejadian luar biasa jika dimungkinkan menjadi dasar para Paslon untuk mengajukan Gugatan ke MK, maka itu harus punya landasan hukum yang jelas.
“Misalnya itu ada kejadian yang menjadi temuan Panwaslu atau Bawaslu yang tidak dilaksanakan oleh KPU. Tidak boleh ada asumsi tentang adanya kejadian luar biasa yang dimaksudkan. Namun jika itu tidak terjadi maka saya fikir tidak ada yang perlu di persoalkan,” ungkapnya.
Dia bahkan mengingat kepada tim kuasa hukum Paslon yang menggugat agar bukti yang diajukan betul-betul kuat, bukan asumsi paslon atau tim hukum.
“Yang digugat ini perihal sengketa hasil Pilkada. Tim hukum paslon penggugat harus punya kuat dati tingkat KPPS hingg KPU kot, jangan berasumsi,” ungkapnya. (haerul amran /pojoksulsel).