POJOKSULSEL.com, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi sudah membuka pendaftaran bakal calon legislatif (Bacaleg) terhitung dari tanggal 4-17 Juli 2018. Itu artinya, genderang pertarungan antar kader partai sudah dimulai.
Bahkan, fenomena bajak-membajak antar kader partai pun diprediksi akan kembali marak sepanjang gelaran Pemilih Legislatif (Pileg) 2019 mendatang.
Direktur Surabaya Survey Center (SSC), Mochtar W Oetomo menilai, fenomena bajak-membajak bacaleg di Pileg 2019 akan meningkat tajam jika dibandingkan dengan Pileg sebelumnya. Hal itu tidak lepas dari bertambahnya jumlah partai politik yang dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu 2019.
“Lantaran jumlah parpol peserta pemilu semakin banyak, maka kebutuhan bacaleg semakin banyak pula, sementara ketersediaan bacaleg dengan daya garansi besar justru semkain menipis. Saya rasa fenomena saling bajak masih akan berlaku pada Pileg nanti,” kata Mochtar kepadaJawaPos.com, Rabu, (4/7).
Diterangkan Mochtar, bacaleg merupakan salah satu instrumentutama penyumbang suara parpol. Sehingga, parpol harus saling berlomba untuk mendapatkan caleg kuat, baik kuat secara modal politik, modal sosial, maupun modal finansial, sehingga memliki daya garansi yang cukup besar untuk untuk menyumbang kursi di parlemen.
Problemnya, kata Mochtar, bacaleg dengan daya garansi besar ini sangat menipis ketersediaannya. Sehingga, parpol cenderung mengambil jalan pintas dengan membajak bacaleg parpol lain yang dipandang memiliki daya garansi besar degan berbagai fasilitas. Misalnya, bebas memilih dapil, nomer urut atas hingga bantuan pembiayaan.
“Kompetisi yang semakin ketat antar parpol dan mahalnya ongkos pertarungan politik elektoral membuat fenomena rebutan bacaleg jni akan semakin lazim,” imbuh dosen pengajar ilmu politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini.
Fenomena bajak-membajak bacaleg ini menunjukkan betapa buruknya proses kaderisasi dalam partai politik. Saat ini, lanjut Mochtar, parpol lebih mengedepankan logika dan nalar kemenangan yang dangkal dan instan. Sehingga, parpol abai terhadap pembinaan dan pengembangan SDM internal dalam menyambut momen-momen politik seperti Pileg.
“Semua ini jelas menunjukkan kegagalan parpol dalam melakukan kaderasi internal. Gagal melahirkan bacaleg tangguh dan kuat untuk memasuki medan pertarungan. Maka jalan pintas dengan mengundang orang kuat dari luar melalui pendaftaran bacaleg terbuka dan membajak bacaleg parpol lain melalui berbagai iming-iming fasilitas menjadi langkah favorit yang akan jamak kita lihat bersama,” pungkasnya.
(JPC/pojoksulsel)