POJOKSULSEL.com, MAKASSAR – Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Jalaluddin Basyir menyebut Pilkada Makassar perlu kedewasaan dalam berpolitik dalam menyikapi polemik yang terjadi di Kota Daeng tersebut.
“Saya pikir kedewasaan dalam berpolitik itu yang harus ditunjukkan kepada masyarakat Indonesia. Terkhusus masyarakat Makassar agar setiap hasil dari peristiwa politik yang terjadi dapat diterima dengan lapang dada dan legowo,” ungkap Jalalaluddin Basyir, Rabu (4/7/2018).
Jalaluddin Basyir pun tak menampik bahwa Pilkada Makassar telah berjalan sebagaimana yang diinginkan sistem demokrasi yakni terbuka, bebas, dan bertanggungjawab.
“Artinya secara konstitusi tudak ada yang salah dari pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota di Makassar. Termasuk kehadiran Kotak Kosong sbg ‘lawan’ dari Paslon Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) karena itu semua telah sesuai dgn perundang-undangan yang berlaku,” beber Jalal sapaan karibnya.
“Jadi sangat baik untuk pembelajaran politik bagi rakyat Indonesia bahwa dalam demokrasi tidak ada lagi perlakuan khusus dan terpenting. Sekarang rakyat sudah cerdas dan tidak mudah lagi dimobilisasi perihal pilihan politik mereka,” tambahnya lagi.
Dosen Komunikasi Politik UINAM itu menguraikan bahwa persoalannya adalah, kalau diantara paslon tidak ada yang mau mengakui kekalahannya, bahkan sampai membangun dan menggiring opini ke hal-hal yang bertentangan dengan fakta yang terjadi adalah kebohongan publik.
Namun, lanjut dia, politik di Makassar patut di syukuri. Apalagi masyarakat Makassar sekaran sudah cerdas dan tidak mudah dibohongi.
“Siapapun yang kalah wajib menerima dan mendukung paslon pemenang. Karena disitulah standar kedewasaan yang diukur dan yang menang wajib pula merangkul yang kalah. Standar kebijaksanaan diukur bagaimana tetap/masih mau merangkul dan berkawan dgn ‘musuh/lawan’ politiknya,” urainya.
Yang utama dan penting, lanjut Putra kelahiran asal Luwu itu, adalah baik yang menang maupun yang kalah sama-sama membangun kota Makassar menjadi kota yang lebih indah, nyaman, aman, spritualis, sejahtera, dan pintar.
“Kedepan, tentunya kita harapkan pemilihan kepala daerah baik tingkat Provinsi, Walikota, Kabupaten/Kota, bahkan bila mungkin terjadi pada tingkat kenegaraan, terdapat paslon yang jelas tampil di depan publik jangann sampai hadir lagi Kotak Kosong yang sdikit banyak membingungkan atau bahkan meresahkan publik karna ketidakjelasan atau ketidakpastian,” harapnya.
“Demokrasi yang baik, saya berpandangan adalah demokrasi yang memberi tidak hanya kebebasan tapi juga kejelasan karena dari ketidakjelasan mendorong publik untuk berspekulasi dan bentuk spekulasi mengartikan bahwa publik dalam kecemasan karena dituntut harus segera memproduksi jawaban yang dapat diterima oleh publik secara umum,” tutupnya.
(pojoksulsel)