Beranda Sulsel Wakil Ketua DPRD Yakin Hakim Bebaskan TP Dalam Kasus Rastra 

Wakil Ketua DPRD Yakin Hakim Bebaskan TP Dalam Kasus Rastra 

POJOKSULSEL.com PAREPARE – Wakil Ketua DPRD Parepare, Rahmat Sjamsu Alam yakin, putusan majelis hakim (MH) Pengadilan Negeri (PN) Parepare, akan sejalan dengan putusan Mahkamah Agung (MA), terkait kasus Rastra yang menimpa Wali Kota Parepare, Taufan Pawe (TP).

“Saya yakin betul bahwa Insya Allah  Majelis Hakim Yang Mulia akan membebaskan Pak TP dari sanksi pidana dan/atau denda, dan tentunya juga masyarakat bisa menilai benar-benar kasus ini dengan baik. Tidak jadi bahan obyek politik menjelang Pilkada, besok, 27 Juni 2018,” tegas Rahmat yang akrab disapa Ato, Selasa, 26 Juni 2018.

Ketua DPC Partai Demokrat Parepare ini berpendapat bahwa kasus yang dihadapi TP yakni, apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap pasal 71 ayat 3 UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada maka terdapat dua jenis sanksi di dalamnya. Apabila pejabat negara, kepala daerah, pejabat ASN, TNI/Polri dan kepala desa melakukan penyalagunaan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan salah satu pasangan calon, pertama adalah sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU yang hanya berlaku apabila yang melakukan pelanggaran adalah kepala daerah (petahana)  sebagaimana diatur dalam pasal 71 ayat 5  UU 10 tahun 2016 perubahan dari UU nomor 1 tahun 2015 tentang Pilkada.

Yang kedua, lanjut dia adalah sanksi pidana penjara paling singkat satu bulan atau  paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta, apabila dilakukan oleh pejabat negara, kepala daerah, pejabat ASN, TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lainnya.

“Menganalisa kedua sanksi itu maka untuk sanksi pembatalan sebagai calon peserta Pilkada, telah dianggap selesai dengan diaktifkannya kembali Pak TP sebagai calon oleh KPU, berdasarkan putusan MA,” papar Rahmat.

Rahmat mengingatkan, putusan MA ini adalah upaya hukum terakhir yang bersifat final dan mengikat sebagaimana diatur dalam pasal 154 ayat 10 UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada dan hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo.

Selanjutnya terkait sanksi pidana dan/atau denda yang melanggar pasal 71 dalam hal ini ayat 3 UU 10 tahun 2016, kata Rahmat, berarti ini hanya berlaku kepada kepala daerah (petahana) yang melakukan pelanggaran.

Maka dengan adanya putusan MA yang diperkuat dengan diaktifkannya kembali calon sebagai peserta Pilkada oleh KPU, menandakan bahwa calon tidak terbukti melakukan pelanggaran.

“Perlu pula diingat bahwa sanksi pembatalan sebagai calon dan sanksi pidana pada pasal ini tidak bisa dipisahkan atau saling mengikat dalam artian tidak mungkin ada sanksi pidana kalau tidak ada sanksi pembatalan sebagai calon dan sebaliknya karena ayat 3 ini hanya diperuntukkan kepada kepala daerah yang mencalonkan diri di Pilkada, sehingga putusan pengadilan akan sejalan dengan putusan MA,” tandas Rahmat. (haerul amran /pojoksulsel)